Jakarta…12 November 2013
Pukul 07.12 pagi di kediaman keluarga
Suryodiningrat…
“Riandra!! Bangun!! bangun!! Ini hari
pertama di sekolah baru kamu loh! Malu kalo terlambat!”
“Iya Maa,aku udah bangun,gak usah
teriak-teriak gitu”,
“Udah cepet cepet cepet,mandi,abis itu
sarapannya di meja,susunya juga jangan lupa di minum,terus baju kamu ada di~…”,
“Ma,aku mau mandi,dan aku juga tahu ini jam berapa”,
Gue
Riandra,kependekan dari Adrian Megahutama Putra Suryodiningrat.Sampai sekarang
gue gak pernah tahu apa makna dari setiap kata nama gue itu,dan nggak akan
pernah mau tahu.Barusan nyokap gue,manusia super ribet di seluruh dunia menurut
gue.Segala hal yang gak perlu diperdebatkan,menjadi bahan bicara harian buat
dia.Ditambah lagi,ini hari pertama gue masuk sekolah pindahan,ya,gue gak perlu
menjelaskan alasan kepindahan gue dari sekolah yang lama,cuma masalah sepele
kok,hanya karena orang tua yang duduk di kursi tertinggi sekolah tersebut
membatasi kreatifitas anak muda di yayasannya,gue kibarkan bendera pemberontakan,anarkis!?
Menurut gue,ini kritis.Dan Ini..kehidupan gue.
“Kenapa sih,harus masuk SMA lagi,gak ke
Sekolah Teknik aja?”,
“Hiih kamu tuh,kelas tiga itu
tanggung,lagian kan kamu itu harus jadi Arsitek hebat kaya Papa mu itu”,
“Tapi mereka itu cemen ma,mental cupu
semua”,
“Halah sudah sudah,itu buruan dimakan
rotinya…”,
”lagian kamu ini mau sekolah apa mau tawuran sih pake ngomongin
mental segala,kamu pikir uji nyali” Lanjut nyokap yang sepertinya nggak
mempermasalahkan perkataan gue barusan.
“Dah,aku berangkat dulu Ma”,
“Iya hati-hati,awas kamu jangan
kebut-kebutan lagi ya di jalan”,
“Itu sih…tergantung,Daaah”,
Jarak
rumah ke sekolah baru gue ini lumayan lama kalau berjalan kaki,jadi bokap gue
menyiapkan kendaraan roda dua yang tampilannya mirip dengan motor yang dipakai
pembalap terkenal Valentino Rossi.Walaupun sebenarnya gue lebih milih motor
matic,gak capek.Jalanan merupakan salah satu media gue dalam mengekspresikan
diri.Ada aja manusia lainnya yang menurut gue perlu di kasih pengertian tentang
berkendara,sekalian gue mencari tahu batas kecepatan maksimal motor
berkapasitas 250 cc ini.Masalah ketertiban!? Ditilang sudah sering gue
rasakan,mengambil selembar kertas berharga berwarna merah dengan gambar tokoh
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama,ya,pecahan seratus ribu,gue
bebas melanjutkan perjalanan tanpa harus membawa surat tilangan,sungguh ajaib
hukum di negeri ini.
Sesampainya di sekolah…
Sepertinya
sampai saat ini pun kesadaran gue belum pulih secara total,jam sudah menunjukan
pukul 07.45,lebih satu jam dari jadwal bel masuk di sekolah ini.Tapi gak ada
salahnya kan,menikmati lingkungan yang akan menjadi second base gue selama
setahun kedepan.
“Jadi,kalimat majemuk setara yang
lazi~”,
“Permisi,maaf pak saya telat”,
“Oh kamu anak yang baru pindahan itu
toh!? Iya iya ndak apa-apa,ayo silahkan perkenalkan diri kamu dulu”,
“…Eh? Perkenalan?”,
“Iya,biar kita semua yang ada disini
cepat akrab sama kamu,ayo mulai dari nama”,
“Semuanya,nama gue…Riandra”,
“Nah iya bagus gitu,nama lengkapnya?”,
“Saya gak hapal,Pak”,
“Hahahahaha”, hampir seisi kelas tertawa
mendengar statement yang baru saja gue lontarkan.Yah,sepertinya gue mulai
memiliki gambaran kedepan seperti apa partner-partner gue nantinya.
“Nah ayo lanjutkan,kenapa kamu pindah
dari sekolah kamu yang dulu”,
“Alaaah..paling bermasalah sama
sekolahnya yang lama Pak”,
“Dery! Siapa suruh kamu ngomong,maaf ya
Riandra,kalau dia memang seperti itu”,
“Gak Pak,gak masalah,saya udah biasa”,
“Nah terus lanjutkan ayo,apa alasan kamu
memilih sekolah ini?”,
“Alasan saya!? Orang tua saya yang
nyuruh,Pak”,
“Bhahahaha”, Perkataan yang kembali
mengundang tawa yang membuat pecah suasana membosankan saat itu,meskipun
kenyataanya gue gak sedang melucu atau melakukan Stand Up Comedy.
“Hah!? Wah yasudah ayo kita langsung
memulai pelajaran lagi,kalau kamu butuh apa-apa Riandra,bilang ke Bapak atau ke
teman-teman lainnya,ya”,
“Iya Pak”,
Oh
iya,gue hampir kelupaan,guru pertama yang gue temui di sekolah ini,Pak
Warso,beliau mengajar di bidang studi Bahasa Indonesia,dan merupakan orang yang
sangat sangat ramah menurut gue,meskipun rambut di ubun-ubunnya mulai
memutih,tetapi pandangannya dengan wajah yang selalu tersenyum ditemani
kacamata berbingkai hitam yang mengait di kedua telinganya,menumbuhkan perasaan
akrab bagi siswa-siswa lainnya,beliau juga sangat welcome dengan kehadiran gue
yang sebenarnya bisa dibilang gak pantas.Dery Jaya Harlan,anak sok jagoan yang
tadi sempat nyeletuk di tengah perkenalan hambar gue,yang menurut gue namanya
lebih mirip dengan nama bus antar provinsi,sepertinya akan menjadi orang
pertama yang gue kenal,sekarang.
“Nah,sampai disini materi tentang kalimat
majemuk dan pers,jangan lupa tugas presentasi kalian seminggu lagi ya”,
“Iya Paaak”, Koor suara satu kelas yang
menurut gue lebih mirip dengan Sekolah Dasar dibandingkan Sekolah Menengah
Atas.Jam pelajaran Pak Warso pagi itu selesai,gue langsung berinisiatif
menanyakan hal yang sejak tadi pertama masuk ke ruangan ini masih belum gue
temukan.
“Pak Warso,saya boleh tahu,kalau ikut
berpartisipasi dalam Osis di sekolah ini,harus,datang ke mana ya!?”,
“Wah kamu aktif di organisasi toh,bagus
itu bagus”,
“Hehe iya Pak,tahun terakhir,jadi
mungkin saya bisa berpartisipasi”, balas gue dengan sedikit ketawa dingin.
“Oh iya saya lupa,peraturan di sekolah
ini,kelas tiga ndak bisa ikut kegiatan non-akademis di sekolah lagi nak…”,
“Riandra,Pak”,
“Ah iya nak Riandra,tapi kalau kamu
berminat untuk berkenalan dengan mereka,ikuti saja selasar ini,ruangannya ada
di sebelah kiri,disamping laboratorium bahasa”,
“....”,
“Nak Riandra..”,
“Eh iya,makasih banyak Pak”,
Tanpa
berpikir panjang,gue menuju ke arah yang baru saja telah di direksikan langsung
oleh Pak Warso.Meskipun pada dasarnya gue seorang remaja yang malas,apapun akan
gue lakukan demi kebebasan berkreatifitas anak muda.Karena,anak muda merupakan
penerus bangsa,tanpa adanya anak muda,apa yang bisa dilakukan oleh para dewasa
setelahnya,jadi gue berpendapat,”menghalangi kreatifitas anak muda,sama saja
dengan menghancurkan bangsa nantinya”.Ya tentu saja,maksud para orang dewasa
tentu saja ingin menyelamatkan kita dari hal-hal yang tidak diinginkan,lebih
tepatnya dari hal-hal yang tidak mereka inginkan.
Sesampainya di depan ruang osis…
Dari
tampak depan gue langsung mengetahui kalau ini ruang osis,pintu cat berwarna
putih pada bagian atas dan setengah kebawahnya berwarna abu-abu,dengan jendela
di sebelah kiri dan papan majalah dinding di bagian kanan pintu yang tertempel
kokoh di tembok dengan headline “We Are Here”,dan berisikan wacana tentang
pendapat para siswa mengenai pemilu presiden tahun 2014 nanti.Ini semakin
membuat gue antusias untuk bisa berpartisipasi di dalamnya.
“Jadi lu juga aktif di organisasi ya di
sekolah lu dulu”, suara perempuan yang mengagetkan pengamatan gue ke majalah
dinding saat itu.
Perempuan
yang sepertinya pernah gue lihat sebelumnya,dengan tubuh tinggi semampai,rambut
hitam lurus dihiasi bandana berwarna putih setengah melingkar,parasnya yang
tampak seperti orang timur tengah,dengan fasad yang terlihat ramah.
“Eh,nggak sama kaya yang lu pikirkan”,
“Gue,…Karin,ketua osis yang lama,dan
juga teman sekelas lu yang baru,mau lihat-lihat ke dalam?”,
“Karin Faradina Assegaf!?”,
“Wow hebat banget,absensi tadi
ya,biasanya orang yang baru dengar sekali,gak pernah hafal nama panjang gue,ya
meskipun sebenarnya Shihab, bukan Assegaf”, Karin menoleh ke arah gue dengan
senyumnya yang saat itu membuat perasaan gue berbeda.
“Penting,mengenal lingkungan sekitar,itu
aja sih menurut gue”,
Sedikit aneh
menurut gue,sepertinya Karin berbicara seakan kita sudah lama saling
kenal,ya,mungkin karena faktor status dia yang mantan ketua osis disini.
Cukup luas untuk
ukuran anak Remaja,mungkin bisa menampung hingga tujuh puluh orang,ruangan yang
efektif untuk ruang rapat yang mengharapkan terjadinya kritisasi di dalam
organisasi ini.
“Nah oke,selesai wisata di ruang osisnya
hehe,ayo,lanjut ke laboratorium bahasa”,
“Jadi ini tugas mantan ketua osis,ya?
Nemenin siswa baru keliling”,
“Haha pede lu,gue cuma seneng aja ada
orang yang antusias dan berinisiatif tinggi kayak lu”,
“Sok tahu lu”,
“Yeee,emang gue tahu lagi,buktinya,lu
mantengin papan mading ini lama banget haha”,
“Ah itu sih,karena gu~…”,
“Ayooo udah masuk”, tanpa memperdulikan
penjelasan gue tentang alasan memandangi papan mading,Karin meraih pergelangan
tangan gue dan mengajak melihat-lihat laboratorium bahasa yang didalamnya ada
seorang bapak-bapak menggunakan earphone yang melingkar di kepalanya,sambil
mengangkat kedua jempol dan berjoget layaknya orang-orang yang biasa gue lihat
di acara organ tunggal.
“Pak Jul”, Karin memanggil namun
sepertinya masih terlalu pelan untuk pria berbusana batik dengan motif “Mega
Mendung” yang dikenakannya.
“PAAAK JUUUUL!!!”,
“Eh,Set!,Oit!! Ada masalah apa!!?”,
Tanggapan dari orang tua itu yang sepertinya tampak terkejut setelah Karin
berteriak keras di telinga kanannya yang masih ter-cover earphone yang
terdengar dengan jelas mengeluarkan suara alunan gendang dan suling yang saling
bergantian,ditambah suara wanita dengan cengkoknya yang khas.
“Ini Riandra,Pak..dia pindahan dari
Surabaya”,
“Oh wong jowo toh,nak?”,
“Bukan kok Pak,saya asli Jakarta”,
“Walah,tak kira’ wong jowo”,
“Ya,ayah saya asli Yogyakarta,Pak”,
“Nah Dra,ini Pak Jul,beliau pengawas lab
ini,jangan lihat dari penampilannya ‘dangdut’nya,beliau ini pernah menjadi
juara lomba syair puisi semasa SMA-nya loh”,
“Halah halah,kamu itu
Rin,rin,terlalu,opo yo…lebay kata anak sekarang mah”,
“Alah si Bapak,sok gaul deh…Oh iya
Dra,di lab ini juga lu bisa baca-baca banyak hal tentang kesastraan,tuh lemari
dan buku-bukunya”, Penjelasan dari Karin yang sekilas kembali memunculkan
perasaan bangga akan sekolah ini,menghargai para satrawan yang sudah menuju ke
liang lahat dengan melindungi dan menjaga karya-karya mereka didalam lemari
kayu berwarna cokelat pekat dan terlihat ukiran jawa yang melingkar di bagian
atas pintunya,yang tampaknya terbuat dari kayu mahoni.
*teng teng teng* (bunyi suara bel
sebagai pertanda semua siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah)…
.Meskipun pada
awalnya gue merasakan kebebasan yang sepertinya mengendurkan aturan,tapi itu
hanyalah kesan pertama yang menipu,sekolah yang bebas dengan aturan yang pasti
dan tertib,berhasil menjerumuskan gue akan tipu daya nyamannya tanpa aturan.
“Nah,kayanya cuma sampai disini wisata
kita hari ini,besok pasti semua tempat akan gue tunjukkin ke lu”, kembali Karin
melemparkan senyum ke arah gue.
“Hey!! Wah disini lu rupanya Rin”,
“Tau nih,kita nungguin hampir satu jam
di kantin,pulang yuk,hari ini Andre ngejemput gue”,
“Waaah serius lu!? Ciyee udah baikan nih
ceritanya,oh iya,kenalin nih,Riandra,dia pindahan dari Surabaya sekaligus temen
sekelas gue”,
“Oh Riandra..Vani..”
“Hai Riandra…Diana,eh Rin,ganteng loh
dia”, Sapa Diana,sambil berbisik ke Karin yang sepertinya sengaja membuat gue
mendengar perkataannya.Kepedean!? Gue gak terlalu senang karena di puji atas
apa yang telah mahakuasa berikan sejak lama,bukan apa yang telah kita
kembangkan.
Dua
orang yang sepertinya teman dekat Karin ini,sepertinya memiliki
kesamaan,mungkin mereka bertiga kembar pikir gue.Lamunan itu terhenti setelah
Karin memberikan penjelasan.
“Diana sama Vani ini tetangga
gue,sekaligus teman dari SMP,oh iya Dra,gue balik duluan ya,besok pasti deh gue
temenin keliling sekolah ini lagi,biar lu gak nyasar hehe”,
“Eh...Oke,makasih”,
Hari
pertama gue masuk sekolah,tampak tidak terlalu istimewa di bagian
luarnya,bertemu dengan partner-partner baru,orang tua dengan antusias tinggi,mengenal
anak terpandai dalam hal melecehkan di kelas,bertemu pengawas laboratorium yang
masih memiliki selera orang dewasanya dan mencoba mengikuti perkembangan zaman
akibat globalisasi,dan yang terakhir bertemu perempuan yang sepertinya memiliki
interpersonal-skill yang baik karena statusnya yang pernah menjadi orang yang
paling berpengaruh dalam organisasi,sebagai ketua osis,tapi gue menemukan hal
yang tampak membuatnya berbeda.Entah apa pun itu,mungkin akan gue cari tahu
seiring berjalannya waktu.Hari pertama masuk sekolah semenjak pindah,masih
diiringi kebosanan akan hausnya petualangan yang seakan menuntut
kebebasan.Besok atau lusa,mungkin hari setelahnya,bisa gue temukan,nggak,bukan
bisa gue temukan,harus gue temukan dan rasakan.
Beberapa
hari kedepan ini,,hanya berjalan seperti biasa,dengan Karin yang menemani gue
berkeliling dan menemukan guru sekaligus teman baru dengan karakteristik unik
lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar