Selasa, 18 Maret 2014

The Beginning: Riandra!



Jakarta…12 November 2013

Pukul 07.12 pagi di kediaman keluarga Suryodiningrat…

“Riandra!! Bangun!! bangun!! Ini hari pertama di sekolah baru kamu loh! Malu kalo terlambat!”

“Iya Maa,aku udah bangun,gak usah teriak-teriak gitu”,

“Udah cepet cepet cepet,mandi,abis itu sarapannya di meja,susunya juga jangan lupa di minum,terus baju kamu ada di~…”,

“Ma,aku mau mandi,dan aku juga tahu ini jam berapa”,

            Gue Riandra,kependekan dari Adrian Megahutama Putra Suryodiningrat.Sampai sekarang gue gak pernah tahu apa makna dari setiap kata nama gue itu,dan nggak akan pernah mau tahu.Barusan nyokap gue,manusia super ribet di seluruh dunia menurut gue.Segala hal yang gak perlu diperdebatkan,menjadi bahan bicara harian buat dia.Ditambah lagi,ini hari pertama gue masuk sekolah pindahan,ya,gue gak perlu menjelaskan alasan kepindahan gue dari sekolah yang lama,cuma masalah sepele kok,hanya karena orang tua yang duduk di kursi tertinggi sekolah tersebut membatasi kreatifitas anak muda di yayasannya,gue kibarkan bendera pemberontakan,anarkis!? Menurut gue,ini kritis.Dan Ini..kehidupan gue.


“Kenapa sih,harus masuk SMA lagi,gak ke Sekolah Teknik aja?”,

“Hiih kamu tuh,kelas tiga itu tanggung,lagian kan kamu itu harus jadi Arsitek hebat kaya Papa mu itu”,

“Tapi mereka itu cemen ma,mental cupu semua”,

“Halah sudah sudah,itu buruan dimakan rotinya…”,
”lagian kamu ini mau sekolah apa mau tawuran sih pake ngomongin mental segala,kamu pikir uji nyali” Lanjut nyokap yang sepertinya nggak mempermasalahkan perkataan gue barusan.

“Dah,aku berangkat dulu Ma”,

“Iya hati-hati,awas kamu jangan kebut-kebutan lagi ya di jalan”,

“Itu sih…tergantung,Daaah”,

            Jarak rumah ke sekolah baru gue ini lumayan lama kalau berjalan kaki,jadi bokap gue menyiapkan kendaraan roda dua yang tampilannya mirip dengan motor yang dipakai pembalap terkenal Valentino Rossi.Walaupun sebenarnya gue lebih milih motor matic,gak capek.Jalanan merupakan salah satu media gue dalam mengekspresikan diri.Ada aja manusia lainnya yang menurut gue perlu di kasih pengertian tentang berkendara,sekalian gue mencari tahu batas kecepatan maksimal motor berkapasitas 250 cc ini.Masalah ketertiban!? Ditilang sudah sering gue rasakan,mengambil selembar kertas berharga berwarna merah dengan gambar tokoh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama,ya,pecahan seratus ribu,gue bebas melanjutkan perjalanan tanpa harus membawa surat tilangan,sungguh ajaib hukum di negeri ini.

Sesampainya di sekolah…

            Sepertinya sampai saat ini pun kesadaran gue belum pulih secara total,jam sudah menunjukan pukul 07.45,lebih satu jam dari jadwal bel masuk di sekolah ini.Tapi gak ada salahnya kan,menikmati lingkungan yang akan menjadi second base gue selama setahun kedepan.
“Jadi,kalimat majemuk setara yang lazi~”,

“Permisi,maaf pak saya telat”,

“Oh kamu anak yang baru pindahan itu toh!? Iya iya ndak apa-apa,ayo silahkan perkenalkan diri kamu dulu”,

“…Eh? Perkenalan?”,

“Iya,biar kita semua yang ada disini cepat akrab sama kamu,ayo mulai dari nama”,

“Semuanya,nama gue…Riandra”,

“Nah iya bagus gitu,nama lengkapnya?”,

“Saya gak hapal,Pak”,

“Hahahahaha”, hampir seisi kelas tertawa mendengar statement yang baru saja gue lontarkan.Yah,sepertinya gue mulai memiliki gambaran kedepan seperti apa partner-partner  gue nantinya.

“Nah ayo lanjutkan,kenapa kamu pindah dari sekolah kamu yang dulu”,

“Alaaah..paling bermasalah sama sekolahnya yang lama Pak”,

“Dery! Siapa suruh kamu ngomong,maaf ya Riandra,kalau dia memang seperti itu”,

“Gak Pak,gak masalah,saya udah biasa”,

“Nah terus lanjutkan ayo,apa alasan kamu memilih sekolah ini?”,

“Alasan saya!? Orang tua saya yang nyuruh,Pak”,

“Bhahahaha”, Perkataan yang kembali mengundang tawa yang membuat pecah suasana membosankan saat itu,meskipun kenyataanya gue gak sedang melucu atau melakukan Stand Up Comedy.

“Hah!? Wah yasudah ayo kita langsung memulai pelajaran lagi,kalau kamu butuh apa-apa Riandra,bilang ke Bapak atau ke teman-teman lainnya,ya”,

“Iya Pak”,

            Oh iya,gue hampir kelupaan,guru pertama yang gue temui di sekolah ini,Pak Warso,beliau mengajar di bidang studi Bahasa Indonesia,dan merupakan orang yang sangat sangat ramah menurut gue,meskipun rambut di ubun-ubunnya mulai memutih,tetapi pandangannya dengan wajah yang selalu tersenyum ditemani kacamata berbingkai hitam yang mengait di kedua telinganya,menumbuhkan perasaan akrab bagi siswa-siswa lainnya,beliau juga sangat welcome dengan kehadiran gue yang sebenarnya bisa dibilang gak pantas.Dery Jaya Harlan,anak sok jagoan yang tadi sempat nyeletuk di tengah perkenalan hambar gue,yang menurut gue namanya lebih mirip dengan nama bus antar provinsi,sepertinya akan menjadi orang pertama yang gue kenal,sekarang.

“Nah,sampai disini materi tentang kalimat majemuk dan pers,jangan lupa tugas presentasi kalian seminggu lagi ya”,

“Iya Paaak”, Koor suara satu kelas yang menurut gue lebih mirip dengan Sekolah Dasar dibandingkan Sekolah Menengah Atas.Jam pelajaran Pak Warso pagi itu selesai,gue langsung berinisiatif menanyakan hal yang sejak tadi pertama masuk ke ruangan ini masih belum gue temukan.

“Pak Warso,saya boleh tahu,kalau ikut berpartisipasi dalam Osis di sekolah ini,harus,datang ke mana ya!?”,

“Wah kamu aktif di organisasi toh,bagus itu bagus”,

“Hehe iya Pak,tahun terakhir,jadi mungkin saya bisa berpartisipasi”, balas gue dengan sedikit ketawa dingin.

“Oh iya saya lupa,peraturan di sekolah ini,kelas tiga ndak bisa ikut kegiatan non-akademis di sekolah lagi nak…”,

“Riandra,Pak”,

“Ah iya nak Riandra,tapi kalau kamu berminat untuk berkenalan dengan mereka,ikuti saja selasar ini,ruangannya ada di sebelah kiri,disamping laboratorium bahasa”,

“....”,
“Nak Riandra..”,

“Eh iya,makasih banyak Pak”,

            Tanpa berpikir panjang,gue menuju ke arah yang baru saja telah di direksikan langsung oleh Pak Warso.Meskipun pada dasarnya gue seorang remaja yang malas,apapun akan gue lakukan demi kebebasan berkreatifitas anak muda.Karena,anak muda merupakan penerus bangsa,tanpa adanya anak muda,apa yang bisa dilakukan oleh para dewasa setelahnya,jadi gue berpendapat,”menghalangi kreatifitas anak muda,sama saja dengan menghancurkan bangsa nantinya”.Ya tentu saja,maksud para orang dewasa tentu saja ingin menyelamatkan kita dari hal-hal yang tidak diinginkan,lebih tepatnya dari hal-hal yang tidak mereka inginkan.

Sesampainya di depan ruang osis…

            Dari tampak depan gue langsung mengetahui kalau ini ruang osis,pintu cat berwarna putih pada bagian atas dan setengah kebawahnya berwarna abu-abu,dengan jendela di sebelah kiri dan papan majalah dinding di bagian kanan pintu yang tertempel kokoh di tembok dengan headline “We Are Here”,dan berisikan wacana tentang pendapat para siswa mengenai pemilu presiden tahun 2014 nanti.Ini semakin membuat gue antusias untuk bisa berpartisipasi di dalamnya.

“Jadi lu juga aktif di organisasi ya di sekolah lu dulu”, suara perempuan yang mengagetkan pengamatan gue ke majalah dinding saat itu.

            Perempuan yang sepertinya pernah gue lihat sebelumnya,dengan tubuh tinggi semampai,rambut hitam lurus dihiasi bandana berwarna putih setengah melingkar,parasnya yang tampak seperti orang timur tengah,dengan fasad yang terlihat ramah.

“Eh,nggak sama kaya yang lu pikirkan”,

“Gue,…Karin,ketua osis yang lama,dan juga teman sekelas lu yang baru,mau lihat-lihat ke dalam?”,

“Karin Faradina Assegaf!?”,

“Wow hebat banget,absensi tadi ya,biasanya orang yang baru dengar sekali,gak pernah hafal nama panjang gue,ya meskipun sebenarnya Shihab, bukan Assegaf”, Karin menoleh ke arah gue dengan senyumnya yang saat itu membuat perasaan gue berbeda.

“Penting,mengenal lingkungan sekitar,itu aja sih menurut gue”,

Sedikit aneh menurut gue,sepertinya Karin berbicara seakan kita sudah lama saling kenal,ya,mungkin karena faktor status dia yang mantan ketua osis disini.
Cukup luas untuk ukuran anak Remaja,mungkin bisa menampung hingga tujuh puluh orang,ruangan yang efektif untuk ruang rapat yang mengharapkan terjadinya kritisasi di dalam organisasi ini.
“Nah oke,selesai wisata di ruang osisnya hehe,ayo,lanjut ke laboratorium bahasa”,

“Jadi ini tugas mantan ketua osis,ya? Nemenin siswa baru keliling”,

“Haha pede lu,gue cuma seneng aja ada orang yang antusias dan berinisiatif tinggi kayak lu”,

“Sok tahu lu”,

“Yeee,emang gue tahu lagi,buktinya,lu mantengin papan mading ini lama banget haha”,

“Ah itu sih,karena gu~…”,

“Ayooo udah masuk”, tanpa memperdulikan penjelasan gue tentang alasan memandangi papan mading,Karin meraih pergelangan tangan gue dan mengajak melihat-lihat laboratorium bahasa yang didalamnya ada seorang bapak-bapak menggunakan earphone yang melingkar di kepalanya,sambil mengangkat kedua jempol dan berjoget layaknya orang-orang yang biasa gue lihat di acara organ tunggal.

“Pak Jul”, Karin memanggil namun sepertinya masih terlalu pelan untuk pria berbusana batik dengan motif “Mega Mendung” yang dikenakannya.

“PAAAK JUUUUL!!!”,

“Eh,Set!,Oit!! Ada masalah apa!!?”, Tanggapan dari orang tua itu yang sepertinya tampak terkejut setelah Karin berteriak keras di telinga kanannya yang masih ter-cover earphone yang terdengar dengan jelas mengeluarkan suara alunan gendang dan suling yang saling bergantian,ditambah suara wanita dengan cengkoknya yang khas.

“Ini Riandra,Pak..dia pindahan dari Surabaya”,
“Oh wong jowo toh,nak?”,

“Bukan kok Pak,saya asli Jakarta”,

“Walah,tak kira’ wong jowo”,

“Ya,ayah saya asli Yogyakarta,Pak”,

“Nah Dra,ini Pak Jul,beliau pengawas lab ini,jangan lihat dari penampilannya ‘dangdut’nya,beliau ini pernah menjadi juara lomba syair puisi semasa SMA-nya loh”,

“Halah halah,kamu itu Rin,rin,terlalu,opo yo…lebay kata anak sekarang mah”,

“Alah si Bapak,sok gaul deh…Oh iya Dra,di lab ini juga lu bisa baca-baca banyak hal tentang kesastraan,tuh lemari dan buku-bukunya”, Penjelasan dari Karin yang sekilas kembali memunculkan perasaan bangga akan sekolah ini,menghargai para satrawan yang sudah menuju ke liang lahat dengan melindungi dan menjaga karya-karya mereka didalam lemari kayu berwarna cokelat pekat dan terlihat ukiran jawa yang melingkar di bagian atas pintunya,yang tampaknya terbuat dari kayu mahoni.

*teng teng teng* (bunyi suara bel sebagai pertanda semua siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah)…
.Meskipun pada awalnya gue merasakan kebebasan yang sepertinya mengendurkan aturan,tapi itu hanyalah kesan pertama yang menipu,sekolah yang bebas dengan aturan yang pasti dan tertib,berhasil menjerumuskan gue akan tipu daya nyamannya tanpa aturan.

“Nah,kayanya cuma sampai disini wisata kita hari ini,besok pasti semua tempat akan gue tunjukkin ke lu”, kembali Karin melemparkan senyum ke arah gue.
“Hey!! Wah disini lu rupanya Rin”,

“Tau nih,kita nungguin hampir satu jam di kantin,pulang yuk,hari ini Andre ngejemput gue”,

“Waaah serius lu!? Ciyee udah baikan nih ceritanya,oh iya,kenalin nih,Riandra,dia pindahan dari Surabaya sekaligus temen sekelas gue”,

“Oh Riandra..Vani..”

“Hai Riandra…Diana,eh Rin,ganteng loh dia”, Sapa Diana,sambil berbisik ke Karin yang sepertinya sengaja membuat gue mendengar perkataannya.Kepedean!? Gue gak terlalu senang karena di puji atas apa yang telah mahakuasa berikan sejak lama,bukan apa yang telah kita kembangkan.

            Dua orang yang sepertinya teman dekat Karin ini,sepertinya memiliki kesamaan,mungkin mereka bertiga kembar pikir gue.Lamunan itu terhenti setelah Karin memberikan penjelasan.

“Diana sama Vani ini tetangga gue,sekaligus teman dari SMP,oh iya Dra,gue balik duluan ya,besok pasti deh gue temenin keliling sekolah ini lagi,biar lu gak nyasar hehe”,

“Eh...Oke,makasih”,

            Hari pertama gue masuk sekolah,tampak tidak terlalu istimewa di bagian luarnya,bertemu dengan partner-partner baru,orang tua dengan antusias tinggi,mengenal anak terpandai dalam hal melecehkan di kelas,bertemu pengawas laboratorium yang masih memiliki selera orang dewasanya dan mencoba mengikuti perkembangan zaman akibat globalisasi,dan yang terakhir bertemu perempuan yang sepertinya memiliki interpersonal-skill yang baik karena statusnya yang pernah menjadi orang yang paling berpengaruh dalam organisasi,sebagai ketua osis,tapi gue menemukan hal yang tampak membuatnya berbeda.Entah apa pun itu,mungkin akan gue cari tahu seiring berjalannya waktu.Hari pertama masuk sekolah semenjak pindah,masih diiringi kebosanan akan hausnya petualangan yang seakan menuntut kebebasan.Besok atau lusa,mungkin hari setelahnya,bisa gue temukan,nggak,bukan bisa gue temukan,harus gue temukan dan rasakan.
            Beberapa hari kedepan ini,,hanya berjalan seperti biasa,dengan Karin yang menemani gue berkeliling dan menemukan guru sekaligus teman baru dengan karakteristik unik lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar