Tapi ya mau gimana lagi, namanya jalan raya, milik publik, masa iya kita mau menghalangi hak orang lain untuk menikmati akses untuk menyambung hidup. Nah, kali ini kemacetan di Jakarta, mau gue bahas tapi dalam konteks yang berbeda (bahasa gue ketinggian gak sih?). Penyebab awal, bukan awal aja, induknya malah, dari kemacetan let's start.
Penyebab umum macetnya Jakarta ialah... *suara drum* *suara gitar* *suara banci* *lah?* Tayangan TV!!!
Kok bisa tayangan televisi jadi penyebab utama macet?! Begini teman-teman, Jakarta ini bisa dibilang "bermuka dua". Diibaratkan seperti seorang cewek yang mengaku kepada cowoknya kalo cowoknya itu ternyata bukan cewek dan kemudian... Oke oke, skip. Di satu sisi, Jakarta ini terdiri dari gedung-gedung pencakar langit yang tinggi dan megah, bak kota impian.
Namun di sisi lain, ibukota Indonesia ini juga memiliki pemukiman-pemukiman yang sepertinya sangat tidak pantas untuk terlihat di kota yang "dianggap" modern ini. Dianggap?! Ya, jadi begini... Jakarta itu sebenernya di dominasi oleh orang-orang yang berasal dari daerah yang memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta dibandingkan dengan di daerahnya sendiri, karena menurut mereka Jakarta merupakan kota yang bisa mewujudkan "kesuksesan" seseorang. Sok tau lu Jie! Iya, emang sok tau. Berdasarkan info yang gue dapet dari sahabat karib gue di Zambia sana, pengaruh tayangan televisi merupakan faktor utama yang bisa mengubah cara pandang seseorang.
Gak usah survey deh! Pengalaman pribadi aja. Dulu gue seneng banget sama mainan yang namanya "Tamiya" ya karena pengaruh dari iklan yang lebay, iya masa mobil yang cuma berisikan batre dua biji bisa jalan ngelebihin kecepatan banci yang dikejar trantip. Jadi penyebab banyaknya masyarakat pedesaan atau daerah yang memilih mencari nafkah di Jakarta ini dikarenakan pengaruh dari TV yang memberikan kesan makmur, gedung besar dimana-mana dan seakan-akan bisa memenuhi segala kebutuhan mereka. Terlebih lagi, tayangan layar kaca kita yang disebut sinema elektronik, iya sinetron. Dengan peran mereka sebagai orang metropolitan yang menggambarkan kemewahan dan menghambur-hamburkan uang, gak semua sinetron kok, opini gue aja.
Nah itu yang menyebabkan sebagian orang-orang di daerah memilih menetap di Jakarta, tanpa skill, pengetahuan, dan modal yang cukup, yang penting nekat. Mereka gak melihat Jakarta dari sudut pandang yang berbeda. Ya, daerah kumuh Jakarta, seandainya mereka tau seberapa kerasnya kehidupan di Jakarta, dan mereka yang tinggal dipinggirin rel dan bantaran kali, pasti udah ngeri dan nyesel deh punya niat dateng ke Jakarta. Gimana? masih mau komplen kejebak macet di Jakarta, folks?! :)
ini Jakarta, loh! :)
Tapi ada kok, mereka-mereka yang gak pinter-pinter amat dan gak rupawan bisa sukses!?
Ada lagi faktor lain yang disebut "luck", tapi itu cuma 0,00000000001% aja, bisa dibilang gak ada. Jadi ya jangan ngikutin dari contoh yang bisa dibilang hampir mustahil, belajar aja sama mereka yang untuk makan sehari tiga kali aja susah. Lagian, mereka yang hanya memanfaatkan keberuntungan tanpa usaha lainnya, gak akan bertahan lama deh, if you know what i mean. Bukan cuma nantinya nyusahin diri sendiri, tapi dampaknya dengan membangun rumah-murah-meriah bantaran kali ini juga kan bisa mengganggu ketenangan dan hak-hak orang lain, sebut saja banjir.
Terus?! Jadi, maksud lu orang daerah gak boleh dateng ke Jakarta!?
Bukan, maknanya bukan itu yang mau gue sampein, meskipun gue orang Jakarta, tapi gak sepenuhnya asli Jakarta, bokap gue juga seorang urban. Maksud gue gini, gak ada salahnya kita mau mencoba mengadu nasib ke ibukota, tapi pastikan kita datang tanpa membawa apa-apa. Bukan, bukan cuma baju ganti, tapi sesuatu yang bisa dijadikan asset dalam diri kita.
Dan seperti yang kalian udah tau pasti, asset terbesar adalah otak. Karena pemikiran mengalahkan kekuatan. Coba liat Alfa Edison, James Watt, yang dikenal karena kemampuan pemikirannya dalam memecahkan masalah. Jadi..."Jakarta itu seperti buaya dan kita kancilnya, tidak akan menang dengan kekuatan dan dan hanya bisa dikalahkan dengan akal dan persiapan".
Kesuksesan itu, bukan diukur dari seberapa banyak tabungan kita di bank, seberapa tinggi rumah yang kita bangun, seberapa mewah mobil yang kita punya, percuma banyak harta kalo anggota keluarga narkoba, korupsi, dan melakukan tindakan kriminal lainnya. Kesuksesan itu adanya di hati dan pikiran, perasaan puas karena bisa melakukan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan dan terpenuhinya segala kebutuhan. Rejeki itu udah ada kok, tergantung kita aja mau ngejemput dia secara paksa apa pelan-pelan.:)
0 komentar:
Posting Komentar